(Ajakan keur nu daek)
Saya pernah mengikuti Pendidikan & Latihan Dasar untuk menjadi anggota muda Club Pencinta Alam. Lalu diteruskan dengan mengikuti berbagai program lanjutannya mulai dari latihan fisik secara rutin, belajar berbagai materi yang berhubungan dengan kegiatan alam bebas, pengambilan kaos, pengambilan syal, berbagai ekspedisi, sidang NRA (Nomer Registrasi Anggota) untuk menjadi anggota penuh Club Pecinta Alam, lalu pengabdian bertahun-tahun hingga kini dan selamanya.
Hal tersebut diatas tentu tak asing untuk saudara2 saya yang sama2 mengikuti PECINTA ALAM.
PECINTA ALAM, awalnya saya kurang bisa memaknai predikat itu. Yang ada dalam benak saya hanya ingin berpetualang sebanyak mungkin. Kalau saya telaah, dalam diri ini lebih dominan ego pribadinya ketimbang keinginan untuk menjaga dan melestarikan alamnya. Karena tujuan awal saya ikut PECINTA ALAM pun memang ingin berlatih dan punya teman untuk menjelajah alam, bukan hal lain.
Tentang menjaga dan melestarikan alam, pada waktu dulu yang saya ketahui dan saya lakukan baru sebatas tidak meninggalkan sampah dan tidak merusak apapun.
Namun sekarang pengetahuan bertambah, justru pengetahuan ini datangnya bukan dari saudara2 PECINTA ALAM. Tapi dari saudara2 KOMUNITAS penggiat alam bebas yang notabene tidak diwajibkan mengikuti Diklatsar untuk menjadi anggotanya, yang tidak memegang ikrar KODE ETIK PECINTA ALAM.
“Ah bae, kahadean mah timana wae oge datangna kudu ditarima, kajeun ti budak sateupak bahkan ti jelema nu gudir oge. Kecuali mun urang rumasa emang gudir oge, eta mah karep..berobat ketang bisi tambah parna”.
Ya, KOMUNITAS-KOMUNITAS itu tengah giat mengkampanyekan #SadarKawasan. Yang isi nya mengingatkan kepada semua, bahwa tidak semua alam yang indah itu bisa kita daki atau kita kunjungi. Karena ada kawasan yang dilindungi secara hukum, yakni kawasan yang mempunyai status kawasan konservasi, cagar alam & suaka marga satwa.
Bagi siapapun yang punya hasrat besar ingin menjelajah kemanapun tanpa batas, tentu hal tersebut menjadi ganjalan. Dalam hati sempat terbersit kalimat seperti ini:
“Waduk ah..tataian! Kumaha urang we rek kamana oge, nu penting teu ngabala jeung teu ngaruksak”.
Lalu inget kode etik PECINTA ALAM yang salah satu pernyataannya kita semua berikrar:
“Memelihara alam beserta isinya serta menggunakan sumber alam sesuai dengan kebutuhannya”.
Nah..berarti kita berikrar untuk memelihara alam dan menggunakannya sesuai kebutuhan. Dalam point ini saya pribadi mentafsirkan:
“Tong rakus sateh! Tong harak! Tong kabeh digadabah! Sesakeun sawareh meh isuk pageto teu rusak kabeh! Da ngan saemet atuh nu asup daerah konservasi mah, loba pisan tempat2 lain nu meunang diasupan. Sing bisa nahan diri!”.
Lalu dalam kode etik PECINTA ALAM itu selanjutnya ada pernyataan ikrar kita yang isinya:
“Berusaha saling membantu serta menghargai dalam pelaksanaan pengabdian terhadap Tuhan, bangsa dan tanah air”.
Ikrar tersebut menyadarkan saya untuk membantu serta menghargai upaya dari saudara2 KOMUNITAS penggiat alam bebas dalam kampanye #SadarKawasan, karena saya melihat pergerakan mereka, kampanye mereka adalah bentuk pengabdian terhadap Tuhan, bangsa dan tanah air.
Oleh sebab itu, hayu babarengan ngahiji..ngampanyekeun #SadarKawasan, minimal ka babaturan atawa anu sarua resep ulin ka leuweung jeung gunung. Mun embung milu kampanye, nyak minimal atuh ulah ngahalangan nu boga niat alus hayang negakeun aturan ti nagara jeung ngalestarikeum alam. Piraku rek hianat kanu ikrar sorangan?
Urang pribadi mah kadang era ku slogan: “SALAM LESTARI!” Kadang nepi ka nyeri tikoro gogorowokanna..aslina, tapi era ngan saukur semet genggerong hungkul can nepi kanu prak2anna.
Kitu wae curhat sareng ajakan ti abdi, hapunten pisan upami payun teuing.
JAYALAH PECINTA ALAM INDONESIA.
SALAM LESTARI!
Rudy Praja
– Anggota CPA JAYAWIJAYA
– Pendiri Komunitas Ulin Jarambah