Feeds:
Pos
Komentar

Archive for the ‘perjalanan sejarah’ Category

HALAL BIHALAL URANG BANDUNG BARAT & MENGENAL BANDUNG BARAT

Alhamdulillah kegiatan Halal Bihalal Urang Bandung Barat & Mengenal Kabupaten Bandung Barat hari minggu kemarin tanggal 9 juli 2017 di Bunder, Cihampelas serta Benteng Gedong Dalapan, Karang Anyar-Cililin berjalan lancar dan membahagiakan.

Terimakasih untuk wargi-wargi Urang Bandung Barat maupun wargi-wargi yang berasal dari luar wilayah Kabupaten Bandung Barat, yang telah meluangkan waktu untuk bersilaturrahim dan mengenal potensi kekayaan yang dimiliki oleh Bandung Barat.

Pada hari kemarin kita coba untuk mengenal, serta kita coba untuk lebih mengenalkan ke masyarakat luas dengan menggunakan berbagai media semampu kita, yaitu potensi keindahan alam sungai Citarum yang melintas di daerah Kabupaten Bandung Barat, khususnya sekitar dampak genangan waduk Saguling yang berpotensi besar untuk dikembangkan lagi menjadi kawasan wisata alam, olahraga dan kuliner yang lebih tertata, terintegrasi antara satu spot dengan spot yang lainnya yang menyebar banyak diberbagai titik yang mengelilingi genangan waduk Saguling.

Selain menikmati sensasi keindahan alam, dengan cara menyebrang pakai perahu dan menikmati sedapnya kuliner berupa nasi liwet plus ikan bakar di saung apung milik warga setempat, tujuan utama kegiatan kemarin adalah untuk mengenal dan mengenalkan salah satu kekayaan herritage yang berada di kawasan Kabupaten Bandung Barat, yaitu sebuah benteng kuno peninggalan Belanda yang berada di Desa Karang Anyar yang bernama Benteng Gedong Dalapan.

Sangat disayangkan sekali, kekayaan herritage tersebut tidak terurus, bahkan beberapa bagian dari Benteng Gedong Dalapan tersebut sudah banyak yang hilang. Besar harapan kami, agar pemerintah setempat yang pada hal ini yaitu pemerintah Kabupaten Bandung Barat melalui jajarannya agar lebih memperhatikan tempat tersebut. Kami yakin, pihak pemerintah sudah dan sedang melakukan upaya-upaya untuk memperhatikan, menjaga, dan berusaha memanfaatkan potensi yang dimiliki oleh Benteng Gedong Dalapan yang berada di tanah milik tentara angkatan darat tersebut.

Namun pada hari ini, upaya-upaya tersebut belum memberikan hasil dan kami sangat support agar upaya-upaya tersebut terus diperjuangkan dengan tidak menghilangkan keterlibatan dari masyarakat sekitar agar menjadi tuan dalam pengelolaan kawasan tersebut. Jangan sampai warga sekitar hanya menjadi penonton, yang hanya mendapatkan dampak kotor, macet, bising dan dampak-dampak buruk lainnya seperti yang terjadi di berbagai tempat wisata pada umumnya. Atau warga sekitar hanya menjadi kacung-kacung para pengusaha/investor saja, kalau bisa..bina dan bekali mereka agar bisa mengelola potensi wilayahnya.

Andaikan harus didatangkan pihak ketiga pun, yaitu para pengusaha/investor, sebaiknya hal tersebut dilakukan dengan sangat hati-hati dan sebijak mungkin agar warga setempat tetap memiliki porsi dan posisi yang terhormat dan menguntungkan.

Namun demikian jangan lupa juga untuk memperhatikan dampak lingkungan jika kemudian hari hal tersebut terwujud.

Sekali lagi terimakasih kami haturkan kepada semua pihak, terutama Kang Muhamad Faisal Sidiq serta para pemuda Bunder, dan kepada Kang Muhamad Hilal Hidayat. Haturnuhun…

KBB PASTI AKAN LEBIH BAIK DARI HARI INI

Foto2 dibawah ini adalah hasil jepretan Kang Faisal, Kang Deni, dan Kang Apep

Read Full Post »

26 juli 2015, saya dan 3 orang saudara dari Komunitas Ulin Jarambah berziarah ke Kabuyutan Cipaku di Darmaraja, Sumedang, sekaligus memberikan dukungan moral kepada saudara-saudara kami disana yang tengah berjuang untuk mempertahankan Kabuyutan.

Karena pada tanggal 1 agustus 2015 nanti, pemerintah rencananya akan menenggelamkan Kabuyutan Cipaku tersebut beserta daerah lainnya yang terkena proyek Waduk Jatigede.

image

“Sejarah Sumedang tidak bisa lepas dari Kabuyutan Cipaku, karena disini ada situs Prabu Guru Haji Aji Putih yang merupakan raja dari Kerajaan Tembong Agung (cikal bakal Sumedang), dan merupakan Ayah dari Prabu Tadjimalela yang kemudian mengganti nama kerajaannya jadi Sumedang Larang dimasa beliau bertahta. Jika pada masa sekarang kita menenggelamkan Situs Prabu Guru Haji Aji Putih maka sama saja dengan kita membiarkan sejarah dan jati diri kita sirna. Bukan hanya sejarah dan jati diri Orang Sumedang, tapi Orang Sunda dan Nusantara umumnya, HARGA DIRI”
Ucap Abah Ahdiyat (juru kunci Kabuyutan Cipaku).

Aroma perlawanan dari berbagai elemen masyarakat sudah mulai terasa ketika kami baru saja memasuki daerah Cipaku, ada beberapa spanduk yang terpasang melintang diatas jalan yang kami lalui, diantaranya:
“KAMI KORBAN GENANGAN WADUK JATIGEDE BUKAN TIKUS-TIKUS SAWAH”.

Lalu disebuah perempatan jalan ada lagi spanduk yang terpasang, dengan sebagian tulisannya berisi: “LEMAH SAGANDU DIGANGGU, BALAI SADUNYA”.

Kami sedih dan ngeri membacanya, karena tulisan itu artinya kurang lebih seperti ini:
“JIKA KABUYUTAN DIGANGGU, MAKA AKAN MENJADI BENCANA UNTUK DUNIA”.

Ngeri ya? jika kita manusia sudah tidak bisa menjaga alamnya, memelihara hal-hal baik yang dititipkan para leluhurnya…maka alam akan bergerak, membersihkan bumi dari kerakusan dan kotornya manusia.

Oleh sebab itu wajar jika banyak yang terpanggil hatinya untuk turut bergerak, ini bukan hanya sebatas menjaga peninggalan berharga dari masa lalu, tapi ini menyangkut juga tentang hidup dan kehidupan dimasa yang akan datang.

Oleh sebab itu, JAGA KABUYUTAN!

Ini bukan pembangunan, PEMBANGUNAN UNTUK SIAPA?
Ini penghancuran sejarah dan warisan budaya kita, budaya Sunda..budaya Nusantara, INDONESIA.

=====================================

Untuk yang terpanggil hatinya, yang peduli..silahkan share/bagikan photo/tulisan ini diberbagai medsos atau media lain yang saudara punya..semoga diwaktu yang sempit ini kita masih bisa berbuat sesuatu agar Kabuyutan Cipaku tetap terjaga.

#SaveJatigede

Read Full Post »

Ini kedua kalinya saya ke Gunung Padang, Cianjur. Dulu yang pertama saya pergi dengan Abud (adik kelas SMA), namun dulu ada yang kurang..kami tidak sekalian mampir ke Curug Cikondang. Ya, kalau ke Gunung Padang tapi gak mampir ke Curug Cikondang menurut saya sangat disayangkan, karena Curug Cikondang itu letaknya dekat dengan Gunung Padang, jadi biar efektif waktu tidak bolak-balik ke lokasi yang hampir sama sebaiknya jika ke Gunung Padang maka mampir juga ke Curug Cikondang.

Kunjungan yang kedua ini saya ditemani Mang Encim (tetangga sekaligus kerabat). Kami pergi dari Padalarang dengan menggunakan sepeda motor kira-kira jam 6.30, setelah sarapan bubur didaerah sekitar perbatasan Cianjur kami melanjutkan perjalanan dan sampai di Stasiun Lampegan sekitar jam 9 pagi. Berbeda dengan kunjungan pertama, saya lihat Stasiun Lampegan sudah mulai beroperasi kembali (dengan jurusan Bogor-Sukabumi kalau ga salah), waktu kunjungan pertama, saya lihat Stasiun Lampegan tidak aktif karena gak ada jadwal kereta yang melewati stasiun ini. Waktu kunjungan pertama saya dan Abud masih bisa berjalan kaki memasuki Terowongan Lampegan hingga ke ujungnya, tapi kali ini kami tidak diperbolehkan dan di sekitar stasiun ada pengumuman untuk tidak memasuki terowongan tersebut.

Terowongan Lampegan

Terowongan Lampegan

Setelah beberapa saat memperhatikan dan mendokumentasikan aktifitas penumpang dan kereta di Stasiun Lampegan, maka kami meneruskan perjalanan menuju Gunung Padang. Sebelum sampai di Gunung Padang, kami beberapa kali berhenti untuk berfoto dan menikmati alam yang sangat indah disepanjang jalan menuju ke Gunung Padang. Kami sampai di parkiran Gunung Padang sekitar jam sepuluh kurang, setelah ngobrol-ngobrol sejenak dengan beberapa pemandu yang kebetulan berada di warung nasi sekitar parkiran maka kami meneruskan perjalanan menuju puncak Gunung Padang, dan sampai disana sekitar jam 10.15.

Gunung Padang

Gunung Padang

Suasana di puncak Gunung Padang masih terlihat sepi waktu kami sampai disana. Hampir se-jam lebih saya dan Mang Encim menikmati puncak Gunung Padang. Lalu kami turun kembali ke parkiran, sebelum meneruskan perjalanan ke Curug Cikondang kami makan siang dulu di warung nasi dekat parkiran tersebut.

Curug Cikondang

Curug Cikondang

Perjalanan dari Gunung Padang ke Curug Cikondang kira-kira memakan waktu satu jam. Jalan yang dilalui lumayan rusak, jalannya berbatu dan memakan banyak energi karena kita harus fokus memilih jalan yang agak lebih baik diantara jalanan berbatu tersebut.

Setelah sempat sekali nyasar di tengah-tengah perkebunan teh, akhirnya kami sampai di Curug Cikondang sekitar jam 01.30. Disana dijaga oleh Karang Taruna setempat, dan harus bayar 5000/orang.

Curug Cikondang ini terlihat sepi sekali, kami lihat hanya ada dua kelompok remaja yang berkunjung pada saat itu, sehingga kami begitu nyaman menikmati keindahan Curug Cikondang yang luar biasa tersebut.

Karena waktu sudah siang, kami disana hanya sampai jam dua dan segera bergegas pulang. Kami tidak melewati jalan yang sama ketika pergi untuk perjalanan pulang ini, kami memilih untuk meneruskan perjalanan dan keluar di Cibeber Cianjur lalu pulang menuju Padalarang.

Read Full Post »

Benteng Pasir Ipis

Benteng Pasir Ipis

Sebenarnya hari ini saya akan survey ke Curug Malela untuk kegiatan Komunitas Ulin Jarambah yang akan dilaksanakan pada tanggal 20-April-2014. Tapi karena hari sudah siang dan sepertinya gak akan cukup waktu untuk survey ke Curug Malela, maka saya putuskan untuk berkunjung ke Benteng Pasir Ipis saja.

Seperti biasa, saya calling Mang Encim terlebih dahulu untuk menanyakan apakah hari ini dia ada waktu luang, dan Alhamdulillah hari ini Mang Encim sedang tak ada kegiatan jadi bisa menemani saya ke Benteng Pasir Ipis.

Dengan berbekal nasi bungkus dari Warung Tegal maka saya dan Mang Encim berangkat menuju Benteng Pasir Ipis. Lokasi Benteng Pasir Ipis ini di Kampung Pasir Ipis, RT 05/RW o6, Desa Jayagiri, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat.

Saya dan Mang Encim berangkat dari Ngamprah sekitar jam 1 siang, dan sampai di Kampung Pasir Ipis sekitar jam 14:20. Untuk menuju ke lokasi Benteng Pasir Ipis ini kendaraan harus disimpan disebuah warung di Kampung Pasir Ipis, dan perjalanan harus dilanjutkan dengan jalan kaki sekitar 30-45 menit. Perjalanan sekitar 30-45 menit ini menyusuri jalan setapak yang terus menanjak hampir tak ada datarnya..hahehoh 😀

Yang menghibur dari perjalanan 30-45 menit itu ialah udara yang sejuk, suara berbagai macam burung yang bersahut-sahutan, dan hijaunya hutan pinus yang memanjakan mata.

Setelah sampai di lokasi Benteng Pasir Ipis, saya dan Mang Encim sempat terpana beberapa saat. Kami tak mengira jika Benteng Pasir Ipis itu panjang, kami kira hanya secuil benteng saja. Menurut Keterangan Ketua Karang Taruna Pasir Ipis (Kang Dede) benteng ini belum selesai digali, jika digali semua..kemungkinan panjangnya lebih dari 1 kilo meter. Dan masih menurut Kang Dede juga, benteng ini didirikan dalam dua periode, namun entah kapan dan kapan..tapi menurut beliau benteng ini mulai dibangun pada 1819 dan selesai pada 1930.

Benteng Pasir Ipis

Mang Encim Menyiksa Sebungkus Nasi

Yang saya sesali dari kunjungan ke Benteng Pasir Ipis ini ialah saya telat bertemu dengan Kang Dede, karena saya bertemu dengan beliau pada saat perjalanan pulang. Jadi saya terlambat mendapat informasi jika di dekat Benteng Pasir Ipis itu ada sebuah air terjun/curug.

Ah Kang Dede..kenapa baru bilang sih? kalau berangkat sekarang kan…gak akan cukup waktunya, karena hari sudah mulai gelap. Uhuks!

Read Full Post »

Lihat foto dibawah ini. Ini adalah foto saya pada tanggal 29-september-2013 ketika berkunjung ke Sanghyang Tikoro.

sanghyang tikoro 2

HAAAHH…Itu foto didepan mulut Gua Sanghyang Tikoro?

Benar, foto tersebut diambil tepat didepan mulut Gua Sanghyang Tikoro. Orang-orang yang pernah berkunjung ke Sanghyang Tikoro pasti heran bahkan mungkin iri, kok bisa-bisanya saya berfoto tepat didepan mulut Gua Sanghyang Tikoro?

Hehehe…saya beruntung bisa menginjakan kaki sekaligus berfoto didepan mulut Gua Sanghyang Tikoro, karena waktu itu saya melihat airnya surut, lalu saya menyelinap melewati pagar pembatas yang seharusnya tidak boleh ada orang yang masuk ke area tersebut.

Maaf ya, mudah-mudahan kebandelan saya ini tidak menginspirasi yang lainnya, karena area ini memang berbahaya untuk dikunjungi umum, bahkan area ini dijaga satpam dan dipasangi CCTV.

Oya, Sanghyang Tikoro ini terletak di dekat PLTA Saguling, Rajamandala, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Sekitar satu jam berkendaraan dari Padalarang untuk sampai ke lokasi ini.

Selain ke Sanghyang Tikoro, saya juga berkunjung ke Sanghyang Poek yang letaknya kurang lebih 30 menit jalan kaki dari Sanghyang Tikoro. Sebenarnya Sanghyang Poek ini juga merupakan area yang terlarang untuk dikunjungi oleh umum. Tapi..ya begitulah, saya tak bisa menahan diri untuk mengunjunginya, dan saya sadar akan segala resiko yang mungkin saja harus saya hadapi ketika berkunjung kesana.

Rasa khawatir kepergok dengan satpam, rasa takut oleh air yang bisa saja meluap dalam waktu sekejap, dan rasa-rasa lain yang timbul dari keperawanan yang menyelimuti kawasan Sanghyang Tikoro serta Sanghyang Poek…saya rasa semua itu sebanding dengan pemandangan indah yang bisa saya nikmati pada saat itu. Sungguh..INDAH LUAR BIASA…

Untuk melihat foto-foto lainnya ketika saya berkunjung ke Sanghyang Tikoro dan Sanghyang Poek, silahkan klik disini

Read Full Post »